BThemes

Welcome to My Offical Web-Blog

Ilmu adalah sebaik-baik Pusaka. Adab adalah sebaik-baik Sifat. Taqwa itu sebaik-baik bekal. Ibadah itu adalah sebaik-baik barang perniagaan (Ali bin Abi Thalib).

Dream - Believes - Make it Happen

Setiap orang dilahirkan dengan bakat dan minat yang berbeda. Jangan pernah Anda membandingkan, karena belom tentu Anda bisa melakuin apa yang Orang lain. Just Show Your Talents Well.

Jadilah dirimu sendiri dalam hal apapun

Ketika kamu merasa tidak ada yang peduli tentangmu. Bercerminlah!! orang yang kamu lihat, membutuhkanmu lebih dari siapapun! - Denny Ch Pratama -.

Working by Heart

Bekerja dengan Sabar dan Ikhlas, hasil yang diharapkan pun akan sangat memuaskan.

Loving by Heart

Cintailah siapapun yang menyayangimu, kasihani mereka yang membencimu, Ikhlaskan hinaan yang menerpamu.

29 September 2010

Wisata Minat Khusus: Kerajinan Khas Banyuwangi



Selain pertanian, industri kerajinan merupakan usaha sehari-hari penduduk hampir diseluruh daerah pedesaan di Banyuwangi. serta menjadi sumber penghidupan bagi sebagian penduduk di beberapa wilayah perkotaan.
Berbagai jenis bahan alami dari ingkungan sekitarnya diolah dengan kreatifitas masyarakat, sehingga menjadi bentuk yang layak berupa hiasan maupun perabot rumah tangga sehari-hari.
Disadari atau tidak, kreatifitas pendudk pedesaan ini menarik perhatian para pecinta seni (kerajinan) dari berbagai negara di dunia. Bahan-bahan yang dibuat dari bahan yang semula tercecer dihutan, dipegunungan dan berbagai tempat yang hampir tidak menapat perhatian, kini menempati ruang-ruangan terhormat di rumah Anda, dihotel-hotel Eropa, Jepang, Amerika, Malaysia maupun Timur Tengah.

1.      Kerajian Kayu
Industri kerajinan kayu tersebar di seluruh daerah Banyuwangi, seperti di Giri, Klatak, Penganjuran, Tukang Kayu, Banjarsari, Tampo, Kaligondo ( Pesanggaran ). Hasil kerajinan kayu berupa bubut kayu, mosaik, guci, vas, asbak, dekorasi dinding, mangkok, patung, relif, perabot rumah tangga, berbagai macam hiasan untuk cinderamata dan lain - lain.
2.     Pisau Komodo
Industri pisau komando di produksi di Kelurahan Singotrunan Jl. Kerinci No 11 Banyuwangi. Ada bermacam - macam produk pisau komando antara lain; samurai komando, pisau dapur, golok dan pisau khas tradisional; rencong, mandau, kujang, campurian, clurit, dan sebagainya.
3.     Kerajinan Perak
Industri Rumah tangga yang berupa Kerajinan Perak milik Saiful Bachri - terletak di Dusun Krajan Desa Dasri Kec. Tegalsari. Industri ini memperkerjakan karyawan sekitar 10 orang. Pemasarannya ke berbagai daerah. Sering mengikuti Pameran dan Pekan Promosi tidak hanya di Daerah Banyuwangi akan tetapi ke berbagai kota yang ada di Jawa Timur ini dan sering melayani pesanan dari Luar negeri dan luar Propinsi. Dusun Krajan Desa Dasri / Kantor Kec. Tegalsari.

4.     Industri Kompor
Industri Rumah tangga pembuatan kompor ini terletak di Dusun Blokagung Desa Karangdoro Kecamatan Tegalsari. Industri rumah tangga ini memperkerjakan karyawan sebanyak 8 orang dengan sistem borongan. Pemasarannya ke berbagai daerah di luar Kab. Banyuwangi. MUNJAR MOHTAROM adalah Pemilik Industri rumah tangga ini.
Lokasi: Dusun Blokagung Desa Karangdoro Kec. Tegalsari Kab. Banyuwangi

5.     Kerajinan Boneka Gandrung
Boneka Gandrung terbuat dari bahan fiberglass yang dapat berupa patung, gantungan kunci, hiasan dinding atau asesoris mobil dan berbagai cinderamata lainnya. Pengrajinnya dapat ditemi di Kelurahan Tukang Kayu, Kecamatan Banyuwangi.

6.    Kerajinan Daur Ulang - Akar Daun
Kerajinan daur ulang ini terdapat di Dusun Kejoyo Desa Tambong Kecamatan Kabat Banyuwangi. Barang – barang kerajinan ini berasal dari bahan bahan yang semula tercecer dihutan, gunung, sungai, kebun dan berbagai tempat yang tidak mendapat perhatian. Kayu kering, akar, daun, kulit pohon pisang dijadikan cineramata, furniture, lampu, tas, topi dan sebagainya yang sangat bagus.

7.     Kerajinan Gerabah Tanah Liat
Berada di Kelurahan Pengantigan, dalam kota Banyuwangi. Dulu namanya Gentengan karena pusat tempat orang membuah gerabah tanah liat berup guci, vas bunga, genteng dan berbagai perabot rumah tangga lainnya. Pengunjung bisa melihat proses bagaimana gerabah tanah liat itu dibuat.
Lokasi: Kelurahan Pengantigan Kecamatan Banyuwangi

8.     Kerajinan Tenun Serat Pisang Abaka
Masyarakat using dulunya terkenal dengan kerajinan tenun. Tenun serat pisang abaka yang ada dan satu-satunya di Banywangi ini berada di desa kemiren, Kecamatan Glagah. Bahannya diambil dari perkebunan Bayu Lor, dimana satu-satunya perkebunan di Banyuwangi yang menanam pisang abaka.

9.     Kerajinan Bambu – bambu
Adalah sangat mudah memperoleh bambu di Banyuwangi. Para pengrajin mengolahnya menjadi berbagai jenis cinderamata yang indah seperti tutp lamu, tempat buah, tutup piring, furniture dan dekorasi interior dan sebagainya. Pusat kerajinan bambu ini terdapat di Desa Gintangan Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi.
Lokasi: Desa Gintangan Kecamatan Rogojampi Banyuwangi

10. Kerajinan Sapu Ijuk
Industri Rumah Tangga yang berupa Kerajinan Sapu Ijuk milik Sdr. Samsul Arifin ini terletak di Dusun Sumbergayam Desa Dasri Kec. Tegalsari. Karyawan yang dipekerjakan sekitar 12 orang. Pemasarannya ke Pulau Dewata / Bali. Dusun Sumbergayam Desa Dasri / Kantor Kec. Tegalsari

Industri Kerajinan merupakan usaha sehari - hari penduduk hampir di seluruh daerah perdesaan Banyuwangi selain pertanian, serta menjadi sumber penghidupan bagi sebagian penduduk di beberapa wilayah perkotaan.
Berbagai jenis bahan alami dari lingkungan sekitarnya diolah dengan kreatifitas sehingga menjadi bentuk yang layak berupa hiasan maupun alat kebutuhan rumah tangga sehari - hari.
Kreatifitas penduduk pedesaan ini menarik perhatian para pecinta seni (kerajinan) dari berbagai negara di dunia. Bahan - bahan yang dibuat dari bahan semula tercecer di hutan, di pegunungan dan diberbagai tempat yang hampir tidak mendapat perhatian, kini menempati ruangan - ruangan terhormat di ruang anda. Di hotel - hotel negara Eropa, Jepang, Amerika, Malaysia, maupun di Timur Tengah.

Informasi Alamat Kerajinan Banyuwangi:
Gift Shop
No.
Nama
Alamat
No. Telp
1.
Pelangi Sari 1
Jl. Letkol Ngurah Rai 16 Banyuwangi
(0333) 426704
2.
Pelangi Sari 2
Jl. Gajah Mada No 3 Banyuwangi
(0333) 418344
3.
Ardial
Jl. Basuki Rahmat 115 Banyuwangi
(0333) 421717

Painting Galery
No.
Nama
Alamat
No. Telp
1.
Galery & Museum Mozes Misdy
Jl. Gatot Subroto 119 Ketapang BWI
(0333) 423573
2.
Fine Art Galery
Painter : Tiena & Bambang Raharjo
Jl. Agus Salim 75 Banyuwangi
(0333) 422208
3.
S. Yadi. K
Jl. Widuri gang Anggrek 24 Banyuwangi
(0333) 4211844
4.
Baniamora
Jl. KH. Wahid Hasyim 49 Genteng BWI
-

Art Shop
No.
Nama
Alamat
No. Telp
1.
Larus
Jl. Jendral Sudirman 4 Banyuwangi
(0333) 421445
2.
Widuri Art
Jl. Widuri 4B Banyuwangi
(0333) 415927






26 September 2010

Wisata Budaya: Seblang Bakungan



Tradisi : Seblang Bakungan
Lokasi : Kelurahan Bakungan, Glagahm Kabupaten Banyuwangi
Pelaksanaan : Hari Ke 7 di hari raya idul Adha (Dilakukan satu malam suntuk)
Acara : Ritual penyucian upacara penyucian desa yang bertujuan untuk menolak balak.

Fakta tentang Bakungan :
1.      Penyanyi menyanyikan 12 buah lagu yang menceritakan kehidupan, karamahan, lingkungan hidup,dsb.
2.     Acara dibuka dengan parade oncor keliling desa (Ider bumi) yang diikuti oleh penduduk desa.
3.     Di perankankan oleh wanita tua renta didepan sanggar.
4.     Setelah diberi mantra – mantra sang penari menari dalam keadaan kesurupan.
5.     Kegiatan berakhir tengah malam setelah acara"Adol Kembang". Para penonton kemudian berebut berbagai bibit tanaman yang dipajang di panggung dan mengambil kiling (baling-baling) yang di pasang di di sanggar. barang-barang yang diambil tersebut dapat di percaya dapat digunakan sebagai alat penolak balak.

     II.            Sejarah Bakungan
Warga Kelurahan Bakungan sudah lama menggelar Ritual Seblang, agar dijauhkan dari segala marabahaya, mereka menggelar ritual seblang semalam suntuk, yakni, ritual tarian yang diperankan seorang wanita tua berusia lanjut. Tradisi ini sudah ada sejak 316 tahun silam.
Konon, mereka yang membuka perkampungan Bakungan berasal dari Bali. Bakungan adalah salah satu nama tumbuhan yang banyak hidup di tempat itu. Dahulu, Bakungan adalah sebuah hutan belantara yang banyak ditumbuhi tanaman bakung.
'Seblang' berasal dari bahasa Using kuno yang berarti hilangnya segala permasalahan dan kesusahan. Upacara ini diawali selamatan massal yang dilakukan sesaat setelah matahari terbenam. Seluruh warga duduk di depan rumah masing-masing sambil mempersembahkan tumpeng yang terdiri atas beberapa jenis makanan khas. Di antaranya, pecel ayam, yaitu daging ayam yang dicampur urapan kelapa muda. Sehari sebelumnya, beberapa tokoh masyarakat melakukan ritual minta izin di makam buyut Witri. Dia diyakini sebagai leluhur masyarakat kelurahan Bakungan. Di tempat ini, warga meminta doa sambil mengambil air suci. Air ini nantinya digunakan penari seblang untuk penyucian dan disebarkan kepada seluruh warga kampung.
Sebelum santap tumpeng, dukun membacakan doa-doa khusus menggunakan bahasa Using. Isinya meminta seluruh penguasa jagat memberikan kerahayuan kepada seluruh masyarakat. Suasana terasa mistis ketika aroma kemenyan yang ditaburkan dukun menyebar ke seluruh arena seblang. Setelah itu, ketua adat memukul kentongan berkali-kali sebagai pertanda selesainya upacara tumpengan. Warga menyambut dengan pekikan ayat-ayat suci Alquran. Setelah itu seluruh warga menyantap tumpengnya masing-masing. Selama selamatan, seluruh anggota keluarga berkumpul di halaman rumahnya.
Sebelumnya, warga laki-laki bersama para pemuda berjalan keliling desa sambil membawa obor. Ritual ini dimaksudkan untuk mengusir roh jahat yang akan mengganggu desa. Mereka mengumandangkan ayat-ayat suci Alquran. Sekitar pukul 19.30, ritual seblang dimulai. Acara ini diawali memanggil roh yang akan masuk ke dalam tubuh penari. Setelah diberi mantra khusus, penari kesurupan. Penari ini keturunan asli mbah buyut Witri yang diyakini leluhur warga Bakungan, kata sesepuh adat Bakungan, Yalin.

  III.            Prosesi Ritual Seblang Bakungan
Selayaknya ritual lain, secara detail Tari Seblang Bakungan pun memiliki beberapa tahapan sebelum mencapai ritual puncak. Inilah urutan ritual yang harus dijalankan :
1.      Penari Seblang dirias dan mengenakan busana tarinya. Pada bagian tubuh dan wajahnya, dibaluri sejenis tepung batu halus berwarna kuning (biasa disebut atal) yang dicampur dengan air. Lalu sang penari pergi berjalan menuju arena dengan beberapa penyanyi perempuan dan pemilik hajat.
2.     Pada tahapan kedua ini, sang penari dikenakan mahkota yang dihias beraneka bunga dengan beragam warna. Tak lupa, sang penari memegang nyiru dengan tangannya. Lalu ada seorang perempuan tua yang menutup mata sang penari dengan tangannya. Setelah itu ada sang pawang yang membakar dupa serta merapal mantra untuk memanggil dhanyang (roh penjaga desa) yang dikenal dengan nama Buyut Kethut, Buyut Jalil, dan Buyut Rasio agar memberkahi pertunjukan Seblang ini. Saat nyiru yang dipegang penari Seblang itu jatuh, maka dia sudah mulai kejiman alias kesurupan.
3.     Tahap ketiga, adalah tahap pemilihan lagu untuk mengiringi sang penari. Ada kalanya, lagu yang dimainkan tidak disetujui oleh sang penari yang sudah trance ini. Kalau sang penari setuju, maka ia akan berdiri dan menari dengan gemulai berlawanan dengan arah jarum jam. Kalau tidak setuju, dia tidak mau berdiri serta memberi isyarat agar sang pengiring memainkan lagu lain. Kadang kala, disaat jeda pemilihan lagu dan sang penari beristirahat, disisipkan pula ritual sabung ayam.
4.     Setelah ritual tari berhenti sejenak, maka ada beberapa gadis cantik dengan kebaya memegang kembang dirma yakni bunga beraneka warna yang dipercayai bisa mendatangkan berkah. Lalu bunga ini diberikan pada penonton, lalu penonton memberikan derma uang ala kadarnya.
5.     Tahapan ini disebut tundik dan beberapa menyebutnya Ngibing, yakni saat dimana sang penari mengajak penonton untuk ikut menari. Cara memilih penontonnya unik, yakni sang penari Seblang melemparkan sampur pada penonton. Siapa yang ketiban sampur itu harus menari bersama penari Seblang. Suasana menjadi ramai dan penuh tawa saat penonton lari berhamburan menghindari sampur yang dilempar itu.
6.    Inilah titik puncak dari upacara Seblang. Saat sang pengiring memainkan lagu Candradewi yang dimainkan dengan cepat, sang penari juga berputar dengan cepat. Lalu sang penari rebah dan tergeletak menelungkup. Saat ini petugas kembali meminta derma dari para penonton.

Seusai pertunjukkan, ada satu ritual lain yang tak afdol rasanya jika tak diikuti. Yakni acara berebutan sesajen hasil pertanian yang digantung di beberapa bagian kantor balai desa. Ada durian, padi, alpukat, sirsak, pisang hingga kelapa.
Sumber:
Warga Bakungan - Glagah

Wisata Budaya: Kebo-keboan



       I.            Info Dasar
Tradisi : Kebo-keboan
Lokasi : Alasmalang – Singojuruh - Banyuwangi
Pelaksanaan : dilaksanakan satu tahun sekali yang jatuh pada hari Minggu antara tanggal 1 sampai 10 Sura (tanpa melihat hari pasaran).
Acara : Ritual tolak balak dan syukuran serta do'a kepada Tuhan agar para petani diberi keselamatan dan kesejahteraan serta mendapat panen yang melimpah di masa yang akan datang.

Fakta tentang ritual kebo-keboan:
1.      Pemain kebo-keboan di lumuri warna hitam yang didandani mirip dengan kerbau (bertanduk).
2.     Belum ada yang mengetahui kapan di mulainya ritual ini, namun menurut beberapa masyarakat Krajan, ritual ini di mulai sejak terjadinya gagal panen yang disebabkan oleh beberapa hama penyakit.
3.     Ritual ini memiliki makna tentang kebersamaan, ketelitian, gotong royong, dan religius.
4.     Memiliki tiga tahapan dalam ritual.
5.     Melibatkan seluruh aspek masyarakat kelurahan Alasmalang.

II. Sekilas tentang Kebo-keboan
Banyuwangi adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Di sana ada sebuah etnik yang bernama Using. Di kalangan mereka, khususnya yang berdiam di Dusun Krajan, Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, ada sebuah upacara tradisional yang sangat erat kaitannya dengan bidang pertanian yang disebut sebagai “Kebo-keboan”. Maksud diadakannya upacara itu adalah untuk meminta kesuburan tanah, panen melimpah, serta terhindar dari malapetaka baik yang akan menimpa tanaman maupun manusia yang mengerjakannya.
Mengenai kapan di mulainya adat kebo-keboan, sampai kini belum ada yang mengetahuinya secara pasti. Namun, menurut cerita yang berkembang secara turun-temurun di kalangan masyarakat Krajan, kisah dibalik adanya upacara kebo-keboan tersebut berawal ketika Dusun Krajan mengalami pagebluk, yaitu timbulnya berbagai macam hama penyakit yang menyebabkan kematian tanaman pertanian. Untuk mengatasi bencana tersebut, salah seorang tokoh masyarakat setempat yang bernama Buyut Karti mengadakan ritual dengan cara menirukan perilaku seekor kerbau yang sedang membajak sawah. Dan, ternyata ritual tersebut mampu menjadi penghalau dari berbagai macam bencana yang menimpa Dusun Krajan. Akhirnya, ritual yang kemudian dinamakan kebo-keboan itu dilakukan secara rutin setiap tahun sekali.

III. Komponen Ritual Kebo-keboan
Upacara kebo-kebon di Dusun Krajan dilaksanakan satu kali dalam satu tahun yang jatuh pada hari Minggu antara tanggal 1 sampai 10 Sura (tanpa melihat hari pasaran). Dipilihnya hari minggu sebagai hari penyelenggaraan dengan pertimbangan bahwa pada hari tersebut masyarakat sedang tidak bekerja (libur), sehingga dapat mengikuti jalannya upacara. Sedangkan, dipilihnya bulan Sura dengan pertimbangan bahwa Sura, menurut kepercayaan sebagian masyarakat Jawa, adalah bulan yang keramat.
Sebagaimana upacara pada umumnya, upacara kebo-keboan di Krajan juga dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui dalam upacara ini adalah sebagai berikut:
(1) Tahap selamatan di Petaunan;
(2) Tahap ider bumi atau arak-arakan mengelilingi Dusun Krajan; dan
(3) Tahap ritual kebo-keboan yang dilaksanakan di daerah persawahan Dusun Krajan.

Pemimpin dalam upacara kebo-keboan ini bergantung pada kegiatan atau tahap yang dilakukan. Pada tahap selamatan di Petaunan, yang bertindak sebagai pemimpin upacara adalah kepala Dusun Krajan. Sedangkan, yang bertindak sebagai pemimpin upacara saat mengadakan ritual ider bumi dan kebo-keboan adalah seorang pawang yang dianggap sebagai orang yang ahli dalam memanggil roh-roh para leluhur.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan upacara adalah:
1.      Para aparat Dusun Krajan;
2.     Beberapa kelompok kesenian yang ada di wilayah Alasmalang;
3.     Empat orang atau lebih yang nantinya akan menjadi kebo-keboan dan
4.     Warga masyarakat lainnya yang membantu menyiapkan perlengkapan upacara maupun menyaksikan jalannya upacara.

IV. Prosesi ritual
Satu minggu menjelang waktu upacara kebo-keboan tiba, warga masyarakat yang berada di Dusun Krajan mengadakan kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan rumah dan dusunnya. Selanjutnya, satu hari menjelang pelaksanaan upacara, para ibu bersama-sama mempersiapkan sesajen yang terdiri atas: tumpeng, peras, air kendi, kinang ayu, aneka jenang, inkung ayam dan lain sebagainya. Selain itu, dipersiapkan pula berbagai perlengkapan upacara seperti para bungkil, singkal, pacul, pera, pitung tawar, beras, pisang, kelapa dan bibit tanaman padi. Seluruh sesajen tersebut selain untuk acara selamatan, nantinya juga akan ditempatkan di setiap perempatan jalan yang ada di Dusun Krajan.
Pada malam harinya para pemuda menyiapkan berbagai macam hasil tanaman palawija seperti pisang, tebu, ketela pohon, jagung, pala gumantung, pala kependhem, pala kesimpar. Tanaman tersebut kemudian ditanam kembali di sepanjang jalan Dusun Krajan. Selain itu, mereka mempersiapkan pula bendungan yang nantinya akan digunakan untuk mengairi tanaman palawija yang ditanam.
Pagi harinya, sekitar pukul 08.00, diadakan upacara di Petaunan yang dihadiri oleh panitia upacara, sesepuh dusun, modin, dan beberapa warga masyarakat Krajan. Pelaksanaan upacara di tempat ini berlangsung cukup sederhana, yaitu hanya berupa kata sambutan dari pihak panitia upacara, kemudian dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh modin dan diakhiri dengan makan bersama.
Selanjutnya, para peserta upacara yang terdiri dari para sesepuh dusun, seorang pawang, perangkat dusun, dua pasang kebo-keboan (setiap kebo-keboan berjumlah dua orang), para pembawa sesajen, pemain musik hadrah, pemain barongan dan warga Dusun Krajan akan melakukan pawai ider bumi mengeliling Dusun Krajan. Pawai ini dimulai di Petaunan kemudian menuju ke bendungan air yang berada di ujung jalan Dusun Krajan. Sesampainya di bendungan, jagatirta (petugas pengatur air) akan segera membuka bendungan sehingga air mengalir ke sepanjang jalan dusun yang sebelumnya telah ditanami tanaman palawija oleh para pemuda. Sementara, para peserta upacara segera menuju ke areal persawahan milik warga Dusun Krajan. Di persawahan inilah kebo-keboan tersebut memulai memperlihatkan perilakunya yang mirip seperti seekor kerbau yang sedang membajak atau berkubang di sawah. Pada saat kebo-keboan sedang berkubang, sebagian peserta upacara segera turun ke sawah untuk menanam benih padi.
Setelah benih tertanam, para peserta yang lain segera berebut untuk mengambil benih padi yang baru ditanam tersebut. Benih-benih yang baru ditanam itu dipercaya oleh warga masyarakat Dusun Krajan dapat dijadikan sebagai penolak bala, mendatangkan keberuntungan serta membawa berkah. Pada saat para peserta memperebutkan benih tersebut, para kebo-keboan yang sebelumnya telah dimantrai oleh pawang sehingga menjadi trance, akan segera mengejar para pengambil benih yang dianggap sebagai pengganggu. Namun, para kebo-keboan itu tidak sampai mencelakai para pengambil benih karena sang pawang selalu mengawasi setiap geraknya. Setelah dirasa cukup, maka sang pawang akan menyadarkan kebo-keboan dengan cara mengusapkan pitung tawar pada bagian kepalanya. Setelah itu, mereka kembali lagi ke Petaunan.
Sebagai catatan, sebelum tahun 1965 pelaksanaan ider bumi tidak hanya mengelilingi sepanjang jalan Dusun Krajan saja, melainkan juga ke arah batu besar yang ada di empat penjuru angin yang diawali dengan berjalan ke arah timur menuju Watu Lasa, kemudian ke barat menuju Watu Karang, lalu ke selatan menuju Watu Gajah dan ke arah utara menuju Watu Naga.
Sesampainya di Petaunan, peserta upacara kembali ke rumah masing-masing sambil membawa padi yang tadi mereka ambil di sawah untuk dijadikan sebagai penolak bala dan juga sekaligus pembawa berkah. Malam harinya, mereka kembali lagi ke Petaunan untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit dengan lakon Sri Mulih yang mengisahkan tentang Dewi Sri. Lakon tersebut dipentaskan dengan harapan agar warga Dusun Krajan mendapatkan hasil panen padi yang melimpah. Dan, dengan dipentaskannya kesenian wayang kulit di Petaunan itu, maka berakhirlah seluruh rentetan dalam upacara kebo-keboan di Dusun Krajan.

V. Nilai Budaya yang terkandung dalam ritual Kebo-keboan
Upacara kebo-keboan di Dusun Krajan, Desa Alasmalang, Kabupaten Banyuwangi, jika dicermati secara mendalam, mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan, ketelitian, gotong royong, dan religius. Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota masyarakat dalam suatu tempat, makan bersama dan doa bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya (dalam arti luas). Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.
Nilai ketelitian tercermin dari proses upacara itu sendiri. Sebagai suatu proses, upacara memerlukan persiapan, baik sebelum upacara, pada saat prosesi, maupun sesudahnya. Persiapan-persiapan itu, tidak hanya menyangkut peralatan upacara, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan peserta. Semuanya itu harus dipersiapkan dengan baik dan seksama, sehingga upacara dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, dibutuhkan ketelitian.
Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman, menjadi pemimpin upacara, dan lain sebagainya.
Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang ditujukan kepada Tuhan agar mendapat perlindungan, keselataman dan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan.


Sumber:
Purwaningsih, Ernawati. 2007. “Kebo-keboan, Aset Budaya di Kabupaten Banyuwangi”, dalam Jantra Vol. 2 No. 4. Desember 2007. Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta.
Wahjudi Pantja Sunjata, 2007. Fungsi dan Makna Upacara Tradisional Kebo-keboan. Yogyakarta: Eja Publisher.

Wisata Budaya: Petik Laut Muncar



I.                   Info Dasar
Tradisi : Petik Laut
Lokasi : Pelabuhan Muncar - Banyuwangi
Pelaksanaan : dilaksanakan pada bulan Muharam atau Syuro (tepat tanggal 15 di penanggalan Jawa)
Acara     : Ritual memohon berkah rizki dan keselamatan sekaligus ungkapan syukur kepada sang pencipta

Fakta tentang petik laut Muncar:
1.      Pelaksanaan petik laut selalu berubah, karena mengacu pada penanggalan bulan Qamariah dan kesepakatan nelayan setempat.
2.     Petik laut Muncar di penuhi oleh ornament Madura.
3.     Ritual petik laut Muncar berkembang sejak kehadiran warga Madura yang terkenal sebagai pelaut.
4.     Selain di Muncar, nelayan di pantai Grajagan, Pancer, dan Bulusan juga menggelar ritual petik laut pada Muharam.
5.     Ritual petik laut wajib menghadirkan dua penari Gandrung yang masih perawan. Yang di hadirkan satu kali seumur hidup.

     II.            SEKILAS TENTANG PETIK LAUT
Dalam tiap bulan Muharam atau Syuro dalam penanggalan Jawa, bukan hanya petani, nelayan pun menggelar ritual untuk memohon berkah rezeki dan keselamatan. Waktu pelaksanaan petik laut tiap tahun berubah karena berdasarkan penanggalan Qamariah dan kesepakatan pihak nelayan. Biasanya digelar saat bulan purnama, karena nelayan tidak melaut, mengingat pada saat itu terjadi air laut pasang
Tujuan utama diadakannya ritual petik laut adalah untuk memohon berkah rezeki dan keselamatan sekaligus ungkapan terima kasih kepada Tuhan.
Di Muncar (sekitar 35 kilometer dari kota Banyuwangi), ritual ini berkembang setelah kehadiran warga Madura yang terkenal sebagai pelaut. Tak mengherankan, jika petik laut selalu dipenuhi ornamen suku Madura. Salah satunya, seragam pakaian Sakera, baju hitam dan membawa clurit, simbol kebesaran warga Madura yang pemberani.
Seragam Sakera tersebut disiapkan khusus untuk upacara dan hanya dipakai sekali, jika ada upacara adat lain atau petik laut tahun depan, seragam harus dibuat lagi ,demi ke-sakralan upacara. Petugas Sakera dipilih yang berbadan besar. Biasanya mereka berpenampilan sangar dan angker. Dengan kumis tebal dan gelang besar, Sakera juga diharuskan berpenampilan lucu.
Sakera juga menjadi pengaman jalanya ritual. Mereka selalu berjalan di depan mengawal sesaji dari lokasi upacara ke tengah laut. Mereka mengatur warga yang ingin berebut naik perahu. Sakera mirip Pecalang di Bali. Sesepuh adat juga mengenakan baju Sakera, serba hitam. Bagian dalam kaus loreng merah putih. Udengnya batik merah tua.
Bagi nelayan Muncar, petik laut adalah gawe besar yang tidak boleh ditinggalkan. Hari yang dipilih bulan purnama, tepat tanggal 15 di penanggalan Jawa.

  III.            PROSESI RITUAL
Ritual diawali pembuatan sesaji oleh sesepuh nelayan. Mereka adalah keturunan warga Madura yang sudah ratusan tahun turun-temurun mendiami pelabuhan Muncar. Disiapkan perahu kecil ( perahu sesaji ) dibuat seindah mungkin mirip kapal nelayan yang biasa digunakan melaut. Pada malam harinya, di tempat perahu untuk sesaji dipersiapkan dilakukan tirakatan. Di beberapa surau atau rumah diadakan pengajian atau semaan sebelum perahu sesaji dilarung ke laut.
Perahu diisi puluhan jenis hasil bumi dan makanan yang seluruhnya dimasak keluarga sesepuh adat. Jenis makanan berbagai jajanan, nasi tumpeng dan buah-buahan, ditata rapi di perahu kecil tadi. Sesaji yang sudah jadi disebut gitek.
Pada hari yang ditentukan, ratusan nelayan berkumpul di rumah sesepuh adat sejak pagi. Mereka menggunakan baju khas Madura sambil membawa senjata clurit. Menjelang siang, sesaji diarak menggunakan dokar menuju pantai. Sepanjang iring-iringan, dua penari Gandrung ikut mendampingi. Bunyi gamelan Gandrung mengalun indah.
Nelayan menari sambil mengacungkan senjata cluritnya. Di depannya, dukun membawa abu kemenyan. Sambil melantunkan doa, dukun menyebarkan beras kuning simbol tolak bala.
Ribuan warga berdiri di sepanjang jalan mengamati perjalanan sesaji ( ider bumi ). Begitu lewat, warga berhamburan mengikuti di belakang menuju pantai. Arak-arakan berakhir di tempat pelelangan ikan ( TPI ), yang dihadiri jajaran Muspida Banyuwangi dan pejabat setempat.
Sesaji tiba disambut enam penari Gandrung. Setelah doa, sesaji diarak menuju perahu. Warga berebut untuk bisa naik perahu pengangkut sesaji. Namun, petugas membatasi penumpang yang ikut ke tengah.
Sebelum diberangkatkan, kepala daerah diwajibkan memasang pancing emas di lidah kepala kambing. Ini simbol permohonan nelayan agar diberi hasil ikan melimpah.
Menjelang tengah hari, iring-iringan perahu bergerak ke laut. Bunyi mesin diesel menderu membelah ombak. Suara gemuruh lewat sound-system menggema di tiap perahu.
Dari kejauhan barisan perahu berukuran besar bergerak kencang. Hiasan umbul-umbul berkibar menambah suasana makin sakral. Begitu padatnya perahu yang bergerak, sempat terjadi beberapa kali tabrakan kecil.
Iring-iringan berakhir di sebuah lokasi berair tenang, dekat semenanjung Sembulungan. Kawasan ini sering disebut Plawangan. Seluruh perahu berhenti sejenak. Dipimpin sesepuh nelayan, sesaji pelan-pelan diturunkan dari perahu. Teriakan syukur menggema begitu sesaji jatuh dan tenggelam ditelan ombak.
Begitu sesaji tenggelam, para nelayan berebut menceburkan diri ke laut. Mereka berebut mendapatkan sesaji. Nelayan juga menyiramkan air yang dilewati sesaji ke seluruh badan perahu. "Kami percaya air ini menjadi pembersih malapetaka dan diberkati ketika melaut nanti," kata Mat Roji, sesepuh nelayan Muncar.
Dari Plawangan, iring-iringan perahu bergerak menuju Sembulungan. Di tempat ini, nelayan kembali melarung sesaji ke dua kalinya. Hanya, jumlahnya lebih sedikit. Sebuah sasaji ditempatkan di nampan bambu dilarung pelan-pelan. Konon ini memberikan persembahan bagi penunggu tanjung Sembulungan.
Selesai larung sesaji, pesta nelayan dilanjutkan di pantai Sembulungan. Menuju Makam Sayid Yusuf, beliau adalah orang pertama yang membuka daerah tersebut. Disinilah biasanya tari Gandrung dan gending-gending klasik suku Using di pentaskan, hingga sore hari. Di tempat ini para nelayan juga mempersembahkan sesaji. Ritual diakhiri selamatan dan doa bersama.
Ritual petik laut wajib menghadirkan dua penari Gandrung yang masih perawan. Konon, ini berkaitan ritual petik laut pertama kali di Tanjung Sembulungan. Kala itu, seorang penari Gandrung mendadak meninggal dan dimakamkan di pinggir pantai. Sejak itu, petik laut wajib menghadirkan penari Gandrung. Memilih penari Gandrung yang berani ikut ke tengah laut dan mendampingi sesaji tidak gampang dan melalui seleksi khusus. Gandrung yang ikut mengarak sesaji hanya boleh sekali diundang. Tahun berikutnya akan diganti Gandrung lain.
Di sepanjang perjalanan, di atas perahu penari terus melenggang diiringi gamelan. Mereka melantunkan gending-gending Using. Isinya ungkapan suka-cita perayaan petik laut. Puluhan nelayan yang mengiringi gandrung ikut menari di atas perahu.
Biasanya sepulang pulang dari sembulungan perahu nelayan yang akan mendarat di guyur dengan air laut yang di gambarkan sebagai guyuran Shang Hyang Iwak, sebagai Dewi laut.
Selain di Muncar, nelayan di pantai Grajagan, Pancer, dan Bulusan juga menggelar ritual petik laut pada Muharam.


Sumber:
arixs_cyber tokoh / Irul Hamdani - detik Surabaya / album.banyuwangikab.go.id / www.analisadaily.com / hatisamudera